badge

Sabtu, 23 Januari 2016

Pandangan menggambar dalam Islam 1

Salaam boi...

Berprofesi sebagai illustrator dan komikus freelance memang terkadang penuh suka duka yang aduhai bin amboi. Mulai dari persoalan mendapatkan klien, progress  portofolio, disiplin diri, sampai ngatur tarif agar sesuai dan nggak merusak harga pasar di alam orang-orang kreatif. Tapi yang paling fital dan aduhai bagi saya adalah persoalan memilih profesi ini di awal karir yang gigit jari, u know lah boi...

Selain mental juga perlu bekal wawasan ternyata. Menggambar bagi saya yang (alhamdulillah) muslim nggak segampang bilang "Oke bos!". Menggambar akhirnya butuh landasan keyakinan selain soal skill yang mungkin banget bisa diupgrade kayak mau ngupgrede kompi. Karena keyakinan dan pemahaman akan jadi landasan pertanggung jawaban yang kita lakukan di dunia. Ya to? (*persoalan ini juga yang bikin saya mikir selama 6 tahun #widiiih untuk memulai menggambar lagi)

Keyakinanlah yang akhirnya bisa bikin saya menggambar dengan adem, nggak tertekan atau gelisah tingkat RT boi. Walhasil mewujudkan keyakinan perlu ilmu, nggak cuman bisa bilang : "gue yakin. suweeerwerwer..."

Dari hasil semedi dan mengembara mencari kitab suci landasan buat menggambar, akhirnya setahun lalu saya nemuin beberapa penjelasan yang cukup lugas dalam persoalan gambar ini. Bahkan menambah wawasan setelah postingan soal hukum menggambar dulu. Bisa baca di sini postingan pertama : Referensi soal Gambar dalam Islam


Di dalam postingan kali ini ada tambahan beberapa pendapat dan juga ada dalil dan ulasannya. Insyaallah bakal nambahin wawasan kamu. Sedikit berbagi referensi untuk sekedar menambah wawasan dan pilihan juga bagi kamu-kamu yang memang ragu tentang kedudukan menggambar di dalam Islam. 

Saya nggak akan ngerubah redaksi dan segala macam di dalamnya agar otentik seperti sumbernya. Sumber juga saya cantumkan agar teman-teman blogger bisa nengokin sendiri dan bisa mutusin pilihannya boi.

Sekali lagi ini referensi copas, persoalan menggambar dan yang terkait dengannya di dalam kesenian memang masih persoalan yang dibahas mendalam oleh para ahli yang mengkaji hukum-hukumnya. Segala hal yang berhubungan dengan muamalah hukumnya mubah, kecuali ada dalil yang melarangnya. Begitu to kaidahnya. 

Oke boi. Jadi selamat membaca dan belajar bareng yuk...

=========================================================================

Bismillahirahmanirrahim,


Dimulai dari keseringan saya ditanya tentang hukum menggambar makhluk hidup, lalu beberapa saat yang lalu saya juga pernah mengisi materi di KISR-ITB tentang hal ini, tapi seperti yang telah kawan-kawan ketahui, penjelasan dari saya suka kemana-mana dan garingan-garingannya sudah tidak bisa dimaafkan lagi. Oleh karena itu, saya mau berbagi ilmu dari salah satu guru besar Persatuan Islam yaitu Ahmad Hassan (alm) tentang tema ini, yang insya Allah penjelasannya lebih terstruktur dan terorganisir dengan baik.


Dalam buku Soal-Jawab tetang berbagai masalah agama yang diterbitkan CV. Dipenogoro Bandung 1968 buku pertama, A. Hassan menjelaskan dengan judul “Dari hal gambar” pada halaman 347-363. Pada buku aslinya, A. Hassan dan penyusun buku menggunakan bahasa Indonesia yang sedikit kekunoan, tapi disini saya akan coba alih bahasakan ke bahasa kekinian tanpa mengurangi makna yang hendak disampaikan, dengan tujuan agar para pembaca bisa lebih cepat memahami penjelasan karena bahasanya coba saya reka agar lebih komunikatif, dan saya pun mencoba memberikan beberapa permasalahan untuk jadi bahan diskusi dan renungan. 

Jadi, apabila ada kesalahan dalam pengalihbahasaan apalagi dari penambahan saya pribadi, saya harapkan krtitik dan sarannya, dan semoga para pembaca bisa memahami bahwa dalam perihal gambar ini ulama memiliki pendapat dan ijtihad yang berbeda-beda yang diharapkan kita sebagai umat Islam bisa saling memahami dan menghargai silang pendapat tersebut agar tidak terjadi permusuhan antar sesama muslim yang tidak diharapkan. Dan ilmu hanya milik Allah.

SOAL: Apa hukum menggantungkan gambar manusia atau binatang di dinding rumah, dan apa hukum belajar-mengajar gambar manusia atau binatang, dan apa hukum menggambar  untuk dijadikan mata pencaharian?

JAWAB:Sebelumnya, terlebih dahulu kita harus mengetahui beberapa istilah di bawah ini:Shurah (صورة) dan Tashwier (تصوير): Rupa, Gambar, Patung dsb, dari manusia ataupun yang lainnya.Mushawwir (مصوّر): Orang yang membuat Shurah atau Tashwier tadi.


Hadits-hadits yang melarang dan melaknat mushawwir dengan tanpa terkecuali itu sangat banyak sekali, oleh sebab itu, sebagian ulama mengambil keputusan sekalian saja berbagai macam gambar dan patung, walaupun yang ada di kain atau di kertas, terlarang.

Namun, ada sebagian juga yang berpendapat yang terlarang itu adalah patung saja, bukan gambar di atas kain dan sebagainya, dengan alasan hadits berikut, bahwa Busr bin Sa`id dan `Ubaidillah Al-Khaulani pernah mendengar Zaid bin Khalid meriwayatkan dari Abi Thalhah, bahwasanya Rasulullah s.a.w. telah bersabda,
إن الملإئكة لاتدخل بيتا فيه صورة. (ح.ص.ر. البخاري
Bahwasanya malaikat tidak akan masuk ke rumah yang ada gambarnya (H.S.R. Bukhari)

Sesudah itu Busr dan `Ubaidillah melawat Zaid yang sedang sakit. Di rumah Zaid itu ada tabir (tirai) dari kain yang bergambar. Lalu Busr berkata pada `Ubaidillah: Bukankah dulu Zaid meriwayatkan kepada kita tentang gambar? `Ubaidillah pun menjawab: Betul, ia meriwayatkan bahwa Nabi s.a.w. melarang gambar, tetapi apakah tuan mendengar ia pun berkata:
إلا رقما فى ثوب. (ح.ص.ر. البخاري
Melainkan gambar di kain (H.S.R. Bukhari)


Selain itu, ada pula ulama yang berpendapat bahwa yang terlarang itu adalah patung-patung dan gambar-gambar yang dijadikan perhiasan. Adapun yang dihina, seperti gambar-gambar yang dipijak, diduduki, dijadikan bantal dan sebagainya, itu tidak terlarang, karena telah berkata `Aisyah: Saya memiliki satu tabir (tirai) bergambar dan saya menggantungkannya di dinding rumah, maka Rasulullah s.a.w. mencabut tirai tersebut seraya berkata:

اشدّ الناس عذابا الذين يضاهون بخلق الله. (ح.ص.ر. البخاري
Orang yang paling pedih siksaannya adalah orang yang meniru makhluk Allah. (H.S.R. Bukhari)

Sesudah itu, kata `Aisyah:
فجعلناه وسادتين. (ح.ص.ر. البخاري
Kemudian kami menjadikannya (tirai) dua bantal sandaran. (H.S.Rز Bukhari)

Adapun beberapa ulama dalam menanggapi hadits tersebut diatas berpendapat bahwa Rasulullah s.a.w. mencabut kain bergambar di dinding tadi bukan karena gambarnya tetapi karena kain tadi dijadikan pakaian untuk dinding, karena riwayat lain menyebutkan bahwa Rasulullah s.a.w. mencabut kain itu sambil berkata:

إنّ الله لم يأمرنا ان نكسو الحجارة و الطين. (ح.ص.ر. مسلم
Bahwasanya Allah tidak menyuruh kita memakaikan pakaian pada batu dan tanah (H.S.R. Muslim)


Selain pendapat-pendapat ulama tentang gambar tadi diatas, ada pula ulama berpendapat bahwa yang terlarang itu adalah patung-patung dan gambar-gambar yang sempurna rupanya. Adapun gambar yang dipotong kepalanya atau badannya hanya separuh, maka itu tidak terlarang, dengan hadits sebagai berikut:

من صوّر صورة كلّف يوم القيامة ان ينفخ فيها الرّوح و ليس بالنافخ. (ح.ص.ر. البخاري
Barangsiapa membuat satu shurah, maka di hari Kiamat ia akan dipaksa untuk memberikan ruh kepadanya, padahal ia tidak bisa. (H.S.R. Bukhari)


Dari hadits diatas mereka memahami bahwa gambar yang tidak sempurna badannya tidak akan dipaksa agar memberi nyawa padanya, jadi tidak akan disiksa.

Maka, sedikitnya ada lima paham tentang hukum gambar:
1. Haram semua jenis gambar dan patung
2. Haram patung saja, bukan gambar diatas kain dan sebagainya
3. Haram patung dan gambar yang dijadikan perhiasan, bukan  gambar yang diinjak, diduduki, dijadikan bantal dan sebagainya
4. Haram patung dan gambar yang cukup rupa badannya, dan tidak haram yang dipotong kepala atau separuh badannya
5. Karena keterangan dalam masalah ini banyak pertentangannya, maka segolongan ulama menganggap bahwa patung dan gambar yang diharamkan itu adalah yang disembah dan atau yang kemungkinan bisa dijadikan sesembahan. Dan yang selain itu tidak dilarang.


Pendapat kelima memahami bahwa, penyebab Rasulullah s.a.w. terlalu keras di dalam hal ini tidak lain karena pengikutnya di waktu itu baru saja meninggalkan berhala. Karena kalau tidak dikerasi seperti itu, kemungkinan akan terjadi lagi penyembahan kepada berhala. Maka, menurut pendapat golongan ini, membuat gambar atau patung yang tujuannya tidak untuk disembah tentu saja tidak salah.

BERSAMBUNG ...


4 komentar

Ini hanya untuk gambar yang di lukis ya mas, tidak termasuk photo?

ternyata ada aturan maennya ya meski kita udah mahir melukis

@Sonny Ogawa untuk foto sepertinya ada penarikan hukum fiqih tersendiri kayaknya mas.
Ini lebih ke menggambar, melukis, atau merupa...

@Intan Sudibjo iya bang. Untuk kehati-hatian amal dan nilainya di sisi Allah...bukan mengekang tapi untuk menjaga. Artikel ini cukup membantu untuk melihat sudut pandang lain dengan dalil2 yang sudah ada...

Hai boi, terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Silahkan berkomentar dan meninggalkan kesan menyenangkan. Mari ngobrol asyik tentang apapun di blog nyantai ini. Semoga berkenan ya boi. Salaam #GoBlog ^_^


Terima Kasih

Halama Haris