badge

Minggu, 16 September 2012

Plural, Bujang, dan Afandi

Menginjakkan kaki di Yogyakarta lagi seperti terjun ke medan tempur saja rasanya. Pasalnya, kali ini bukan untuk studi formal saya Kota Pelajar ini. Melainkan, untuk mencari sesuap nasi, segenggam berlian, dan sesosok bidadari (helaaah!) yang terakhir maksa.

Baru datang esok harinya sudah ditembung sama bapak kos.

"Mas Haris, nanti malam jam 8 luang nggak?" Bapak kos membuka pintu kamar kos.

"Eh iya, Mas.Insyaallah luang..." saya manggilnya mas karena emang jarak usianya emang ndak tepaut jauh dengan saya.

"Mau ngerepotin nih," TINGTONG, biasanya kalau sudah gini saya kudu siap-siap nih. "Nanti malam kan ada syawalan warga RT 16-17. Nah. Mau minta tolong Mas Haris jadi pembaca kalam ilahi-nya. Bisa ya?"

Tuuuh kan. "Insyaallah nggak ada agenda Mas. Bisa, Insyaallah..."

Nah, jadilah ini topik tulisan kali ini. Akhirnya waktu berganti malam (krik krik krik <<
Malam itu saya datang ke pendopo warga Magersari. Wealah, sudah ramai. Canggung nggak jelas bikin saya ragu untuk ikut-ikutan acara. Pasalnya juga, acaranya kan syawalan. Tapi kok ada bapak dan ibu-ibu Non Islam. Haduh-haduh-haduh....ada apa ini?

Maka jadilah baca Al Qur'an ku rada ganjil rasanya, karena harus dibacakan di depan orang non Islam juga oi. Tapi bagaimanapun, tugas adalah tugas. Al Qur'an kan petunjuk sekalian alam...whatever deh, kali aja ntar dapet hidayah.

Selanjutnya yang bikin geli sendiri dan canggung, haduuuuuh ternyata saya sendiri yang bujang. Semuanya pada punya pasangan, ow ow ow. Lelaki Kecil di sarang orang tua dan kakek-nenek. Eugh!

Selanjutnya acara berjalan, tapi ada lagi yang berkesan. Bapak di sebelah saya nyapa and ngajak ngobrol ngalor ngidul di tengah acara. Naaah di sini yang paling surprase meeen!

Si Bapak bercerita tentang dirinya yang dulu sudah keliling Madura, terus juga menyebrang ke Bali, dia cerita lagi kalau usianya sekarang sudah 63 tahuan (tapi nggak kelihatan tuh pak, kupikir malah masih 56 atau 57). Eeeh pada kisah selanjutnya saya baru tahu kalau Si Bapak ternyata dahulunya berangkat ke Bali dengan Pak Afandi. Dengan antusias ia cerita kalau dulu itu ketika tahun dimana PKI sedang jadi isue santer di Indonesia (kira-kira tahun 1963-65). Ia cerita bagaimana menyebrangi Bali dan jalan penuh alang-alang bersama Pak Afandi.

Tapi ntar dulu, saya awalnya bingung Pak Afandi siapa. Sampai akhirnya di perjelas, kalau Pak Afandi itu seniman kenamaan yang namanya sekarang diabadikan sebagai jalan itu lho! di Yogyakarta~! wow!
Ternayata si Bapak adalah penjaga mesin mobil Pak Afandi sang pelukis! Duduk bareng saksi sejarah emang bikin rasa jadi unik, sampai2 nggak ngerasain kalau ini syawalan warga! hahaha, maklum ngobrol terus bareng si Bapak. Eh, nama bapakanya siapa ya?

SELESAI

Hai boi, terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Silahkan berkomentar dan meninggalkan kesan menyenangkan. Mari ngobrol asyik tentang apapun di blog nyantai ini. Semoga berkenan ya boi. Salaam #GoBlog ^_^


Terima Kasih

Halama Haris